Rabu, 15 September 2010

praktikum dormansi

I.    Judul: DORMANSI PADA BIJI

II.    Tujuan :
Adapun tujuan percobaan ini adalah untuk mengatasi dormansi pada biji yang disebabkan oleh kulit biji yang keras secara mekanik dan kimia.

III.    Alat dan Bahan:
a.    Kikir
b.    Cawan petri
c.    Pipet tetes
d.    kapas
e.    Biji saga
f.    Biji flamboyan
g.    Air
h.    Aquades
i.    Destilat
j.    HCl 5%

IV.    Cara Kerja:
I.    Perlakuan Pertama
a.    kikir/asah biji pada bagian yang jauh dari embrio sampai kelihatan kotiledonnya.
b.    Rendam biji dengan air yang baru mendidih sampai airnya dingin
c.    Rendam biji dengan air destilat sampai 1 jam.
Letakkan masing-masing kelompok biji di cawan petri yang sudah diberi kapas lembab, masing-masing petri diberi label dan tempatkan di tempat gelap pada suhu kamar. Amati setiap 7 s.d 10 hari dan catat perkembangannya.
II.    Perlakuan Kedua
a.    Letakkan biji saga dan biji flamboyant pada cawan petri yang telah diberi kapas lembab, setelah itu tetesi dengan Aquades.
b.    Letakkan biji saga dan biji flamboyant pada cawan petri yang telah diberi kapas lembab, setelah itu tetesi dengan 3 ml HCl 5%.
Letakkan pada tempat gelap pada suhu kamar. Amati setiap hari selama 7 s.d 10 hari dan catat perkembangannya.
V.    TINJAUAN TEORITIS
A.    Dormansi
Dormansi merupakan strategi benih-benih tumbuhan tertentu agar dapat mengatasi lingkungan sub-optimum guna mempertahankan kelanjutan spesiesnya. Terdapat berbagai penyebab dormansi benih yang pada garis besarnya dapat digolongkan kedalam adanya hambatan dari kulit benih (misalnya pada benih lamtoro karena kulit benih yang impermeabel terhadap air) atau bagian dalam benihnya (misalnya pada benih melinjo karena embrio yang belum dewasa). Benih yang mengalami dormansi organik ini tidak dapat berkecambah dalam kondisi lingkungan perkecambahan yang optimum (Sadjad, 1993).
Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan. Pada beberapa jenis varietas tanaman tertentu, sebagian atau seluruh benih menjadi dorman sewaktu dipanen, sehingga masalah yang sering dihadapi oleh petani atau pemakai benih adalah bagaimana cara mengatasi dormansi tersebut. Struktur benih (kulit benih) yang keras sehingga mempersulit keluar masuknya air kedalam benih (http://id.wikipedia.org, 2008).
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embrio. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embrio. Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan faktor penyebab, mekanisme dan bentuknya.
a.    Berdasarkan faktor penyebab dormansi
·    Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan.
·    Imnate dormancy (rest): dormansi yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ biji itu sendiri.
b.    Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji
-    Mekanisme fisik
Merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri, terbagi menjadi:
·    Mekanis: embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik
·    Fisik: penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeable
·    Kimia: bagian biji atau buah yang mengandung zat kimia penghambat
-    Mekanisme fisiologis
Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis, terbagi menjadi:
·    Photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya
·    Immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/belum matang
·    Termodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu
c.    Berdasarkan bentuk dormansi
Kulit biji immpermeabel terhadap air (O2)
·    Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nukleos, pericarp, endocarp.
·    Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran.
·    Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skrifikasi mekanisme.
·    Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji, raphe/hilum, strophiole, adapun mekanisme higroskopinya diatur oleh hilum.
·    Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat.
Embrio belum masak (immature embryo)
·    Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya. Misalnya Gnetum gnemon (melinjo)
·    Embrio belum terdiferensiasi
·    Embrio secara morfologis telah berkembang, namun masih butuh waktu untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna.
Dormansi immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia.
Biji membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripenning) dalam penyimpanan kering
Dormansi karena kebutuhan akan afterripenning ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatut tinggi dan pengupasan kulit.
Biji membutuhkan suhu rendah
Biasa terjadi pada spesies daerah temperate, seperti apel dan Familia Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama musim gugur melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya. Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
Ciri-ciri biji yang mempunyai dormansi ini adalah:
·    Jika kulit dikupas, embrio tumbuh
·    Embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah
·    Embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi
·    Perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumubuh kerdil
·    Akar keluar pada musim semi, namun epikotil baru keluar pada musim semi berikutnya (setelah melampaui satu musim  dingin)
Biji bersifat light sensitive
Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan fotoperiodisitas (panjang hari).
Kuantitas cahaya
Cahaya dengan intensitas tinggi dapat meningkatkan perkecambahan pada biji-biji yang positively photoblastic (perkecambahan dipercepat oleh cahaya), jika penyinaran intensitas tinggi ini diberikan dalam durasi waktu yang pendek. Hal ini tidak berlaku pada biji yang bersifat negatively photoblastic (perkecambahannya dihambat oleh cahaya).
Biji pesitively photoblastic yang disimpan dalam kondisi imbibisi dalam gelap untuk jangka waktu lama akan berubah menjadi tidak responsif terhadap cahaya, dan hal ini disebut skotodormant. Sebaliknya, biji yang bersifat negatively photoblastic menjadi photodormant jika dikenai cahaya. Kedua dormansi ini dapat dipatahkan dengan temperatur rendah.
Kualitas cahaya
Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah merah dari spektrum, sedangkan sinar infra merah menghambat perkecambahan. Efek dari kedua daerah di spektrum ini adalah mutually antagonistic (sama sekali bertentangan). Jika diberikan bergantian , maka efek yang terjadi kemudian dipengaruhi oleh spektrum yang terakhir kali diberikan. Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang photoreversible (dapat berada dalam 2 kondisi alternatif):
·    Ø P650 : mengabsorbir di daerah merah
·    Ø P730 : mengabsorbir di daerah infra merah
Jika biji dikenai sinar merah maka pigmen P650 diubah menjadi P730. P730 inilah yang menghasilkan sederetan aksi-aksi yang menyebabkan terjadinya perkecambahan. Sebaliknya jika P730 dikenai sinar infra merah maka pigmen berubah kembali menjadi P650 dan terhambatlah proses perkecambahan.
Photoperiodisitas
Respon dari biji photoblastic dipengaruhi oleh temperatur :
·    Pemberian temperatur 10-20°C : biji berkecambah dalam gelap
·    Pemberian temperatur 20-30°C : biji menghendaki cahaya untuk berkecambah
·    Pemberian temperatur >35°C : perkecambahan biji dihambat dalam gelap atau terang
Kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan dapat diganti oleh temperatur yang diubah-ubah. Kebutuhan akan cahaya untuk pematahan dormansi juga dapat digantikan oleh zat kimia seperti KNO3, thiourea dan asam giberelin.


Dormansi karena zat penghambat
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangakaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangakaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh, namun lokasi penghambatnya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat dimana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah.
Teknik Pematahan Dormansi Biji
Biji telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahakan dormansi dan memulai proses pekecamabahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan unuk mengatasi dormansi embrio.
Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih, yang ditunjuka untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji yang seragam (Schmidt, 2000). Upaya ini dapat berupa pemberian perlakuan secara fisis, mekanis, maupun chemis. Hartmann (1997) mengklasifikasikan dormansi atas dasar penyebab dan metode yang dibutuhkan untuk mematahkannya.
B. Perkecambahan Biji
Perkecambahan merupakan suatu proses dimana radikula (akar embrionik) memanjang keluar menembus kulit biji (Salibury, 1985: 4160). Di balik gejala morfologi dengan permunculan radikula tersebut, terjadi proses fisiologi-biokemis yang kompleks, dikenal sebagai proses perkecambahan fisiologis.
Secara fisiologi, proses perkecambhan berlangsung dalam beberapa tahapan penting meliputi:
·    Absorbsi air
·    Metabolisme pemecahan materi cadangan makanan
·    Transport materi hasil pemecahan dari endosperm ke embrio yang aktif bertumbuh
·    Proses-proses pembentukan kembali materi-materi baru
·    Respirasi
·    Pertumbuhan
Banyak faktor yang mengontrol proses perkecambahan biji, baik yang internal dan eksternal. Secara internal proses perkecambahan biji ditentukan keseimbangan antara promotor dan inhibitor perkecambahan, terutam asam giberelin (GA) dan asam abskisat (ABA). Faktor eksternal yang merupkan ekologi perkecambahan meliputi air, suhu, kelembaban, cahaya dan adanya senyawa-senyawa kimia tertentu yang berperilaku sebagai inhibitor perkecambahan (Mayer, 1975:46-43).
C.    Biji saga (Abrus precarotirs)


Klasifikasi
·    Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
     Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
           Divisi: Angiospermae
                Kelas: Dicotyledonae (berkeping dua / dikotil)
                     Famili: Leguminoceae
                         Genus: Abrus
                               Spesies: Abrus precarotirs
C.    Biji flamboyant (Delonix regia)

·    Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
     Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
         Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
             Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
                 Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
                     Sub Kelas: Rosidae
                         Ordo: Fabales
                             Famili: Fabaceae (suku polong-polongan)
                                 Genus: Delonix
                                     Spesies: Delonix regia

VI. Data Hasil Percobaan 

Hari    Biji    PERLAKUAN          
        Dikikir    Dimasukkan dalam air panas    Direndam dalam Destilat selama 1 jam    Ditetesi Aquades    Ditetesi HCl 5%      
1    BS    -    -    -    -    -      
    BF    -    -    -    -    -      
2    BS    Mulai membengkak    -    -    -    -      
    BF    Mulai membengkak     -    -    -    -      
3    BS    Membengkak    -    -    -    -      
    BF    Membengkak    -    -    -    -      
4    BS    Mulai pecah    -    -    -    -      
    BF    Membengkak    -    -    -    -      
5    BS    Mulai Berkecambah    -    -    -    -      
    BF    Membengkak    -    -    -    -      
6    BS    Berkecambah    -    -    -    -      
    BF    Membengkak    -    -    -    -      
7    BS    Berkecambah    -    -    -    -      
    BF    Membengkak    -    -    -    -   
VII.    Pembahasan
Pada percobaan ini digunakan 2 biji yaitu:
-    Biji saga (Abrus precarotirs)
-    Biji flamboyant (Delonix regia)
Perlakuan pertama
pada biji saga dan flamboyan yang merupakan biji berkulit tebal, sebelum ditempatkan pada cawan petri, kedua jenis biji yang berkulit tebal itu sebagian diamplas terlebih dahulu, sementara sisanya tidak diamplas.
Berdasarkan hasil pengamatan selama tujuh hari diketahui bahwa biji saga yang diletakkan di cawan yang diberi kapas lembab setelah 5 hari telah berkecambah sekitar 20 %. Hal ini terjadi karena keadan lingkungan biji yang kering atau air yang terdapat pada cawan menjadi kering setelah dua hari dan tidak dilakukan penyiraman. Padahal air sangat berpengaruh sekali dalam perkecambahan. Selain itu waktu yang relative singkat yaitu selama tujuh hari yang pada saat itu biji baru berkecambah belum menjadi tanaman.
Sedangkan biji flamboyant hanya mengalami pembengkakan saja.
Perlakuan kedua
Pada  biji saga dan flamboyan yang dimasukkan kedalam rendaman air panas sampai dingin menunjukkan bahwa biji saga dan flamboyan tidak ada perubahan sama sekali.
Perlakuan ketiga
Pada  biji saga dan flamboyan direndam dalam destilat selama 1 jam menunjukkan bahwa biji saga dan flamboyan tidak ada perubahan sama sekali. Hal ini terjadi karena aquades yang diserap oleh biji saga dan flamboyan tidak maksimal akibatnya lingkungan biji menjadi kering sehingga biji pun tidak berkecambah. Seharusnya destilat yang diberikan harus sampai menyebabkan biji basa sehingga biji berkecambah.
Perlakuan keempat
Pada  biji saga dan flamboyan ditetesi Aquades menunjukkan bahwa tidak ada perubahan sama sekali. Hal ini terjadi karena Aquades yang diberikan sangat sedikit akibatnya lingkungan biji menjadi kering sehingga biji pun tidak berkecambah. Seharusnya larutan yang diberikan harus sampai menyebabkan biji basa sehingga biji berkecambah.
Perlakuan kelima
Pada  biji saga dan flamboyant ditetesi HCl 5% menunjukkan bahwa biji saga dan flamboyan tidak ada perubahan sama sekali. Hal ini terjadi karena larutan HCl 5% yang diberikan sangat sedikit akibatnya lingkungan biji menjadi kering sehingga biji pun tidak berkecambah. Seharusnya larutan yang diberikan harus sampai menyebabkan biji basa sehingga biji berkecambah.
VIII.    Kesimpulan
Perkecambahan merupakan suatu proses dimana radikula (akar embrionik) memanjang ke luar menembus kulit biji.
1.    Proses perkecambahan berlangsung dalam beberapa tahapan penting yaitu absorbsi air, metabolisme, pemecahan materi, proses transport materi, pembentukkan kembali materi baru, respirasi, dan pertumbuhan. Pada biji yang tebal perkecambahan dapat terjadi dengan cepat apabila bagian biji dikikir sebagian.
2.    Ketersediaan dan banyaknya air mempengaruhi perkecambahan pada biji. Terlalu banyak air akan berdampak negatif terhadap proses perkecambahan. Namun jika sampai kering maka tidak akan terjadi perkecambahan.
DAFTAR PUSTAKA
http://arenlovesu.blogspot.com/2009/09/dormansi-biji 11.html
http://dwikahenny24.wordpress.com/2010/02/08/laporan-dormansi-dan-perkecambahan-biji/
http://id.wikipedia.org/wiki/saga pohon
http://www.plantamor.com/index.php?plant=451
http://www.scribd.com/doc/35026027/fisiologi-biji
Salisbury, Frank Bdan Cleon Wross, 1985. Fisiologi Tumbuhan; Bandung: ITB Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar